Minggu, 16 Januari 2011

HARUS PATAH HATI

Pernahkah kita mencintai seseorang dengan segenap hati dan segenap jiwa dan segenap akal budi kita? Kalau ya, pasti kita pernah mengalami patah hati! Chow Yun Fat, dalam sebuah filmnya, pernah mengatakan bahwa kalau mau mencintai seseorang, berikan 25% saja supaya kita tidak terlalu sakit hati kalau – kalau pasangan kita tidak membalas cinta kita. Kalau dia mengkhianati kita, sakit hati kita hanya 25%, yaitu sebesar cinta kita.

Kenyataannya, tidak ada perubahan apa – apa yang terjadi kalau kita mencintai sesuatu tidak dengan sepenuh hati. Ketika kita mencintai perusahaan dengan sepenuh hati, maka kita akan melakukan segala sesuatu untuk perusahaan. Saya masih ingat bahwa saya harus mewanti – wanti diri saya agar tidak membuat aktivitas atau program macam – macam menjelang Halal Bihalal, karena biasanya Serikat Pekerja dengan keterbatasan pemahaman mereka, akan memberikan komentar yang tidak sesuai dengan harapan kita. Namun pada Halal Bihalal kemarin, saya masih mendapatkan komentar yang tidak ‘berkenan’ karena saya lupa menahan diri dan melakukan sesuatu hal yang baik untuk perusahaan, namun kurang dipahami oleh mereka. Cinta sepenuh hati, jiwa dan akal budi meniadakan ketakutan untuk berbuat apa yang benar bagi apa dan siapa yang kita cintai.

Saat perusahaan yang kita cintai ternyata tidak membalas cinta kita, definitely kita akan merasa hancur. Itu adalah sebuah konsekuensi logis. Rasanya sangat mengecewakan ketika kita merasa sudah melakukan yang terbaik untuk perusahaan, namun disalahmengerti bahwa itu adalah hal yang tidak benar untuk mereka (tidak dihargai still OK, tapi disalahpahami... oh berat sekali!). Rasanya sangat menyesal kita sudah melakukan apa yang baik tersebut... tetapi mari kita ingat: kita tidak akan melakukan prestasi hebat tanpa cinta (yah, kita bisa melakukan prestasi hebat karena iri hati, tapi itu bukanlah hal yang baik, mengingat emosi yang negatif sangat buruk untuk kesehatan).

Walaupun perusahaan tidak menghargai prestasi kita, walaupun mereka menyalahpahami usaha kita, walaupun mereka mencaci – maki perbuatan kita, miliki keyakinan bahwa yang terbaik yang sudah kita lakukan akan memberikan hasil yang baik. Di kemudian hari mereka akan memahami. Tugas kita tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, tetapi lakukanlah apa yang baik untuk semua orang. Cinta kita adalah segenap hati, artinya kita memang harus patah hati ketika semua hal mengecewakan; namun bukan tugas kita untuk menghancurkan. Cinta adalah untuk membangun.

WAKTU LUANG BAPAK MANAGER

Apakah ada waktu luang dalam pekerjaan? Kalau pun ada, apa yang harus kita lakukan? Rasanya aneh membayangkan bahwa di tengah segala kesibukan, kita memiliki waktu luang. Apalagi tipikal kita adalah seseorang yang sangat suka dengan kesibukan dan terpacu oleh deadline – deadline yang memacu hormon adrenalin kita. Kalau kita penggila kesibukan, maka kita seperti orang yang bingung kalau menemukan waktu luang.

Stephen Covey justru menyarankan seorang yang efektif akan menemukan dirinya melakukan pekerjaan penting, tetapi tidak mendesak karena sesuatu yang mendesak cenderung menguasai kita dan tidak sehat secara jasmani dan rohani. Seorang manager yang efektif akan menemukan dirinya secara wajar memiliki waktu luang untuk mengerjakan hal – hal yang penting tetapi tidak mendesak, seperti: melakukan perencanaan kerja, mengonsep suatu proyek penting, memantau pelaksanaan suatu pekerjaan dan aktivitas lainnya yang penting, tetapi tidak mendesak (bisa saja tidak dilakukan).

Di tempat kerja, ada beberapa pilihan aktivitas yang bisa dilakukan. Di saat tidak ada hal yang mendesak, apakah kita akan bergerak dalam perencanaan ataukah kita akan mengobrol dengan rekan kerja. Saat luang adalah kesempatan yang sangat baik untuk memikirkan rencana penting (baca: strategis) perusahaan atau departemen kita sehingga kita tidak terjebak dalam rutinitas tanpa tahu gambar besarnya. Kadang tiran hal – hal yang mendesak menimbulkan kecanduan yang kuat bagi para manager sehingga mereka cenderung tidak bergerak ketika tidak ada bunyi bahaya yang berbunyi.

Seperti dalam peperangan, tidak ada bunyi apa – apa justru merupakan situasi yang membahayakan. Di waktu luang Manajer perlu meningkatkan kewaspadaan dengan melakukan pemeriksaan dengan cermat dan melaksanakan perencanaan yang matang untuk kemajuan.

STRUKTUR: FORMALITAS ATAU KENYATAAN?

Di era ini, orang mulai menyadari bahwa struktur adalah bagian dari strategi manajemen untuk mencapai visi dan misi. kenyataannya, masih ada perbedaan antara kondisi ideal yang seharusnya dengan kenyataan yang ada. Inilah yang disebut dengan masalah. Struktur sering kali menjadi suatu gambaran indah di dalam ruangan kantor, namun pelaksanaannya: pemimpin lebih suka berhubungan dengan orang yang dia sukai, bukan dengan orang yang seharusnya yang mengurusi pekerjaan tersebut.

Ada beberapa pendekatan atas situasi tersebut: apakah kita mengganti orang yang menduduki posisi dengan orang yang kita sukai atau kita meng-up grade orang yang menduduki posisi menjadi orang yang kita sukai? Pada dasarnya kita harus mengacu kepada struktur organisasi, bukan kepada hubungan personal atau kesukaan kita. Memang sebagai manusia yang subjektif, kita akan memiliki kesukaan terhadap hal – hal tertentu, demikian juga ketidaksukaan akan hal – hal tertentu. Memandang organisasi sebagai hal yang personal akan mengantarkan kita kepada masalah yang lebih besar dan membuat organisasi kita tidak dipandang sebagai a great place to work (dalam konteks employee engagement).

Struktur formal adalah strategi perusahaan untuk mengelola seluruh aktivitasnya ditujukan untuk mencapai tujuannya. Yang membuat struktur dan mengisi personelnya adalah manajemen sendiri. Kalau manajemen sendiri tidak menghargai apa yang menjadi pilihannya, bagaimana pihak lain (karyawan, supplier, masyarakat lokal, pemerintah, dan sebagainya) bisa menghargai struktur tersebut? Kalau semua pihak sudah tidak menghargai struktur, maka kekacauan hubungan kerja akan timbul karena semua orang akan berhubungan dengan orang yang disukainya saja.

Kalau memang personel yang ditaruh dalam struktur tersebut tidak mampu dan mungkin tidak menyenangkan, maka kita bisa melakukan pembinaan, sampai akhirnya paling ekstrim adalah memutuskan hubungan kerja. Akan tetapi, jangan mengkhianati struktur organisasi hanya karena kita tidak suka dengan personel yang menduduki posisi itu!



KEPEMIMPINAN MEMANG UTAMA

Ketika saya diminta untuk membantu sebuah organisasi untuk merumuskan visi dan misinya, saya menolak karena saya tahu permasalahan utama organisasi itu adalah bukan pada perumusan visi dan misinya, melainkan kepemimpinannya. Sebagus apapun visi dan misi dirumuskan, kalau pemimpin di sana tidak mengambil tanggung jawab kepemimpinan, maka semuanya akan sia – sia.

Saya melihat dan merasakan bahwa kepemimpinan yang lemah akan menyebabkan konflik di dalam organisasi semakin meningkat karena masing – masing orang akan berusaha memperebutkan sumber daya penting untuk kepentingan masing – masing. Kepemimpinan yang kuat akan mengakhiri pertentangan energi negatif dan mengarahkan energi kepada isu dan masalah utama dalam organisasi.

Sama seperti dalam sebuah keluarga bahwa musuh mereka bukanlah anggota keluarganya, melainkan kuasa gelap yang bekerja untuk meruntuhkan keutuhan rumah tangga mereka; maka musuh sebenarnya perusahaan adalah para kompetitor mereka, bukan anggota organisasi mereka sendiri. Organisasi yang memiliki kepemimpinan yang lemah, pada dasarnya merugikan diri mereka sendiri dan membuang banyak waktu dan sumber daya dengan percuma, sementara kompetitor mereka melaju dengan kencang.

Aturan utama dalam organisasi adalah tempatkan orang sesuai dengan kapasitas dan kekuatannya, terutama dalam hal kepemimpinan. Orang yang tidak memiliki talenta kepemimpinan akan membuat diri dan sesamanya frustrasi ketika organisasi dan dirinya tidak memiliki kesadaran diri yang berani menyatakan bahwa kepemimpinan yang benar belum terjadi di tempat ini. Bagaimanapun juga, kepemimpinan adalah yang utama, terutama ketika organisasi sedang berbenah dan menginginkan pertumbuhan.

MELIHAT DARI KACAMATA DEFISIT ATAU KEBAIKAN

Sejak kecil kita sudah dicekoki dengan pemberitahuan tentang segala keburukan kita, bahkan dari orang tua kita (orang tua juga mengalami hal yang sama dari orang tua mereka sehingga ini menjadi suatu lingkaran setan). Kalau pun kita tidak mendapatkan dari orang tua atau keluarga kita, maka lingkungan sosial kita yang lain seperti tetangga, teman sekolah, teman kerja memberikan pengaruh yang negatif karena pada dasarnya 80% orang akan bersikap negatif.

Kalau diminta untuk menunjukkan hal – hal yang positif, rata – rata orang mengalami kesulitan. Kalau hal yang negatif, dengan waktu relatif singkat mereka mampu menyebutkan semua hal yang menjadi keluhan dan pandangan negatifnya. Pada dasarnya pandangan defisit membuat orang semakin pesimis, kuatir, takut, tidak kreatif dan mematikan kegairahan hidup.

Sudah saatnya kita memandang segala sesuatu dari sudut pandang kebaikan. Apa yang baik dan sudah terjadi saat ini? Apa yang baik dan bermanfaat, patut untuk kita berikan apresiasi? Kalau kita memiliki impian, apa yang kita harapkan supaya komunitas atau situasi kehidupan kita semakin lebih baik dan sesuai dengan prinsip hidup kita? Apa yang akan kita lakukan untuk mewujudkan impian kita? Komitmen apa yang akan kita buat supaya impian kita bertahan sampai waktu yang lama?

Mengajukan pertanyaan – pertanyaan di atas tidak akan menyinggung perasaan siapa – siapa dan orang terdorong untuk memberikan jawaban positif, merancang dan membayangkan yang positif terjadi dan mengupayakan energi pemikiran dan tindakan untuk mewujudkan hal – hal yang positif tersebut.


DIPOTONG KETIKA BERBUAH

Kita masih bisa menerima pembinaan saat kita mengalami kegagalan. Namun ketika kita sedang berhasil, teguran dan masukan yang masih kita terima seakan – akan seperti hujan yang tidak kita inginkan di musim kemarau. Perasaan yang sama dialami oleh Jeffrey Katzenberg, saat dipecat dari Disney, padahal Lion King adalah film nomer satu di AS, Beauty and The Beast sukses besar di Broadway dan Home Improvement adalah acara nomer satu di TV. Baginya, dipecat ketika gagal itu menyakitkan; dipecat ketika berhasil, itu benar – benar memalukan.

Saat kita merasa berhasil, namun lingkungan tidak memberikan apresiasi yang sepatutnya (mungkin mereka iri dengan keberhasilan mereka atau mereka sesungguhnya sedang menyempurnakan kita); maka inilah yang harus kita pikirkan: bahwa ranting anggur yang sudah berbuah, pasti akan dibersihkan supaya dia bisa berbuah lebih banyak lagi.

Memang kita membutuhkan penghargaan, bukan hanya kesan. Penghargaan seakan – akan air yang kita butuhkan di padang gurun. Kenyataannya, kita tidak bertemu dengan air itu dan kita menanti – nantikan dari orang lain yang akan memberikannya kepada kita.

Situasi ini bukanlah suatu kesalahan (jangan berpikir Tuhan berbuat curang karena Dia sedang mendidik kita); melainkan suatu kesempatan untuk tidak sombong dan mendapatkan banyak masukan untuk mencapai kesempurnaan. Pujian yang sejati adalah dari Tuhan dan hati nurani kita mengetahuinya. Pujian manusia tidak mengurangi ataupun menambahinya. Buah yang dihasilkan dari semua kerja keras ini adalah bersifat tetap dan tidak akan digoyang.

Menunggu waktu yang tepat bukanlah suatu kesalahan, untuk sebuah hasil yang sempurna.


MEMAAFKAN

Manager atau Atasan adalah manusia, maka mereka berpeluang untuk melakukan kesalahan. Bukan kesalahannya yang menjadi masalah, melainkan bagaimana sikap pemimpin terhadap kesalahannya sendiri, apakah yang bersangkutan mau mengambil tanggung jawab atau meminta orang lain untuk mengambil tanggung jawab perbaikan.

Tidak ada perbaikan dan peningkatan kepemimpinan selama pemimpin tidak bersedia untuk meminta maaf atas kesalahannya. Menyangkut hubungan antar manusia, tidak ada kebenaran 100% atau kesalahan 100%. Yang ada adalah kesempatan untuk bermaaf – maafan sesuai dengan kadar kesalahan masing – masing. Pada saat itulah, hubungan akan meningkat dan membawa berkah bagi siapa yang mempercayainya.

Tidak ada hubungan yang bertahan tanpa ada maaf. Maaf yang membuat hubungan bisa selamanya.

MEMPUNYAI PRINSIP

Banyak orang melakukan hal – hal yang bodoh karena mereka tidak memiliki prinsip. Prinsip adalah suatu pendapat yang diyakini benar tentang segala hal yang mendasar. Prinsip bisa berbicara tentang kehidupan, hubungan antar manusia, manajemen dan kepemimpinan, karir dan promosi dan sebagainya. Orang yang tidak memiliki prinsip seperti orang yang tidak memiliki kunci atas sebuah pintu dan membuang waktu, uang dan tenaganya untuk memikirkan cara bagaimana membuka pintu tersebut.

Perusahaan yang tidak mempunyai prinsip (lebih tepatnya adalah pimpinan puncak atau tim manajemennya), adalah perusahaan yang akan menghambur – hamburkan uangnya untuk melakukan banyak kesibukan dan mengulang – ulang kesalahan yang sama dalam bentuk yang berbeda. Perusahaan yang agak pintar menggunakan kegagalannya untuk belajar tentang hal – hal yang prinsip untuk tidak mengulangi kesalahan utamanya. Perusahaan yang pintar adalah bagaimana secara sistematis dan berkesinambungan menangkap prinsip – prinsip penting organisasi dan menerapkannya.

Ram Charan menyatakan problem utama juga bukan hanya pada strategy atau prinsipnya, melainkan juga pada eksekusinya. Banyak pimpinan puncak yang tahu tentang ‘kebenaran’, tetapi mereka keberatan membayar harga untuk mengimplementasikan kebenaran itu. Harga itu tidak hanya biaya atau investasi, melainkan juga hubungan antar manusia, waktu untuk menabur dan menanam, dan segala bentuk investasi yang tak terlihat (intangible investment).

Awalnya mempunyai prinsip terlebih dahulu, lalu dilanjutkan dengan melakukannya dengan segenap hati. Keberhasilan dan keberuntungan akan mengikuti kita!

MENJAGA RAHASIA

Bukan hal yang mudah untuk menjaga rahasia. Sering kali, kalau hati kita sedang tidak enak, kita cenderung untuk berbicara kepada orang daripada kepada Tuhan J. Resiko berbicara kepada orang adalah bocor ke orang lain dan bisa saja menimbulkan masalah yang tidak ada hubungannya lagi dengan permasalahan utama. Sedangkan berbicara dengan Tuhan tidak ada resiko untuk berbuat salah dengan manusia.

Suatu kehormatan memegang suatu rahasia dan di dalamnya mengandung suatu tanggung jawab besar. Kemanusiaan kita mengalami ujian yang berat ketika kita dipercaya untuk memegang rahasia, termasuk rahasia perusahaan. Rahasia perusahaan merupakan suatu bentuk kepercayaan yang diberikan pimpinan kepada kita dan ada konsekuensi tanggung jawab yang besar untuk menjaganya.

Kadang seorang Atasan mempercayakan rahasia kepada Bawahannya, demikian juga sebaliknya. Ketika orang terbuka, maka akan dibalas dengan keterbukaan. Ketika keterbukaan ini dibalas dengan ‘kebocoran’, orang merasa terkhianati. Ada sebuah pepatah menyatakan bahwa seorang sahabat yang terkhianati lebih susah didekati daripada kota yang berkubu.

Saya merasa tidak mudah untuk menjaga rahasia. Kadang saya merasa kemanusiaan saya sangat rendah ketika mengalami kekecewaan kepada seseorang, saya berkeluh kesah kepada orang lain yang tidak pada tempatnya untuk saya ceritakan. Berkeluh kesah kepada Tuhan adalah suatu keharusan sebelum saya mengalami hal yang lebih buruk lagi!


CAPEK BERKELAHI

Mirip dengan sebuah rumah tangga, kadang perusahaan berisi orang – orang yang sudah capek untuk berkonfrontasi, walau sering kali itu penting untuk menemukan kebenaran. Kalau itu bukan sesuatu yang sangat penting atau prinsipil, mereka sering menerima suatu kondisi begitu saja untuk ‘kedamaian’ mereka atau perusahaan. Namun pertanyaannya: apakah hal – hal kecil itu tidak penting dan bukankah sering kali merefleksikan sesuatu yang prinsipil?

Suatu contoh: saat ada seorang anggota tim yang mestinya diminta untuk memberikan eksternal email kepada rekannya, namun malah memberikan dalam bentuk internal email; maka itu adalah sesuatu yang penting untuk dibicarakan atau dikonfrontasikan karena itu merefleksikan ada sesuatu yang keliru dalam komunikasi (miscommunication) yang sangat berpotensi untuk memberikan ruang kepada salah paham (misunderstanding) dan ketidakpercayaan (mistrust). Kalau kita menghindari tindakan mengkonfrontisir hal ini, maka saya tidak heran akan ada kejadian lagi dan semakin lama komunikasi di perusahaan akan semakin buruk.

Kita tidak bisa menganggap enteng hal – hal yang kecil. Kadang hal yang kecil merefleksikan hal – hal yang besar. Isu tentang kebersihan, kerapian dan kedisiplinan, bukan hal yang kecil dan sederhana yang bisa kita abaikan. Sering kali seorang karyawan atau profesional tidak memperhatikan hal – hal ini, namun ketika giliran mereka memiliki perusahaan sendiri, baru mereka sadar pentingnya hal – hal yang kecil.

Jangan meremehkan Atasan atau Bos yang mempermasalahkan hal – hal yang kecil karena dari yang kecil, kita dipercaya yang besar. Jangan capek mempermasalahkan hal – hal yang kecil tapi penting. Percayalah, suatu kali nanti kita akan melihat bahwa apa yang kita perjuangkan akan memberikan hasil yang tidak ternilai harganya (intangible).

PERCOBAAN 3 BULAN

Pengalaman dengan sopir pribadi saya menunjukkan suatu pemahaman yang berbeda tentang kemampuan manusia. Sebagai lulusan SD, rekan saya ini bukan orang yang akan mampu memahami beberapa hal sekaligus; namun yang membanggakan adalah dia mampu mengendarai mobil dengan baik dalam waktu sebulan saja. Saat ini dia bisa mengemudikan mobil dengan kecepatan 80 km/ jam dan bisa sampai dari Mulyosari (Surabaya Timur) ke Sepanjang (Sidoarjo) hanya dalam waktu 60 menit (bandingkan dengan kecepatannya di awal – awal dia mengendarai).

Bukannya dari turun langit tentang kemampuannya itu; tetapi merupakan hasil tempaan saya kepadanya setiap hari. Mulut saya tidak berhenti untuk memberikan masukan apabila ada hal yang dilakukan dengan tidak benar. Apabila diperlukan, saya akan berbicara dengannya di ruangan kantor saya untuk memberikan pemahaman dan harapan saya akan kemampuannya. Secara umum, dia lupa tidak mengunci pintu, tidak membuka pintu saat saya akan masuk, tidak menyalakan AC, dan sebagainya; tetapi saya tidak mau mendiamkan dan terus memberikan umpan balik. Saat ini saya tinggal menuai ‘hasil karya’ saya untuk membentuk kompetensi menyetirnya.

Banyak orang mempertanyakan waktu percobaan 3 bulan dan mengkritisi Depnaker yang tidak memahami proses bisnis dalam perusahaan. Pertanyaan saya: kalau itu adalah given, lalu mengapa kita tidak bisa menerima dan menyesuaikan diri? Bagaimana caranya memahami kemampuan seseorang dalam waktu 3 bulan, itulah pertanyaan penting yang seharusnya diajukan Manajer kepada dirinya.

Banyak manajer tidak memberikan umpan balik apapun kepada karyawan barunya dan ketika tiba waktu penilaian, mereka tidak siap dan menyalahkan keadaan (atau HRD) yang tidak mendukung mereka. Well, seperti yang kita yakini bahwa sikap yang ekselen adalah sikap yang mau mengambil tanggung jawab. Adalah tanggung jawab kita untuk memperhatikan kompetensi karyawan baru kita, dari hari ke hari, minggu ke minggu dan bulan ke bulan. Beberapa manajer sok sibuk akan berkata bahwa pekerjaan dia tidak hanya mengurusi orang itu saja.

Sungguh aneh! Manajer yang sama yang meminta orang, manajer yang sama yang tidak memperdulikan orang itu. Manajer yang tidak peduli SDM-nya adalah manajer yang merugikan perusahaan, tidak mengukur proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Mereka membiarkan waktu berlalu begitu saja dan tidak ada umpan balik untuk memberikan tindakan perbaikan ata kinerja karyawan. Karyawan yang jarang menerima umpan balik akan cenderung susah dikembangkan karena mereka akan resisten dengan masukan. Memang kita bisa memberikan pembinaan dan melakukan PHK, akan tetapi ujung – ujungnya perusahaan lagi yang dirugikan dalam hal waktu (masa percobaan, pelatihan), tenaga (jasa HRD untuk mengurusi masalah perselisihan industrial) dan uang (biaya tenaga kerja, pesangon, dsb.).

MEMBANGUN HUBUNGAN

Banyak orang suka lompat ke hasil atau harapan akan tujuan, tanpa memperhatikan proses. Mereka berpikir bahwa tidak usah membuang waktu, langsung action dan harapkan hasil. Kenyataannya, tidak ada manusia yang mau mendukung kita kalau mereka tidak tahu siapa kita. John Maxwell dan Dale Carnegie menyadari betul masalah ini sehingga mereka mengeksplorasi isu hubungan antar manusia dan menghubungkannya dengan kepemimpinan dan keberhasilan bisnis.

Walau isu ini adalah penting dan mendasar, namun sampai sekarang orang dengan kaliber Direktur sekalipun bisa melakukan kesalahan junior ini karena mereka juga mendapatkan tekanan dari pemilik perusahaan atau share holder untuk segera menghasilkan. Perusahaan kecil atau besar menghadapi situasi yang sama, bahwa investor mengharapkan hasil yang instant karena mereka sudah terlanjur menanamkan uang mereka yang cukup besar.

Tidak ada yang instant dalam kaitannya dengan pembangunan kepemimpinan, manajemen dan manusia. Semua pemimpin yang efektif harus memikirkan bagaimana membangun hubungan dengan bawahan, rekan kerja dan atasan, baru mereka memikirkan bagaimana melipatgandakan semua kelebihan yang dimiliki. Tidak akan ada produktivitas tanpa ada pembangunan hubungan terlebih dahulu. Perusahaan holding akan kesulitan meminta bantuan atau pekerjaan yang profesional dari anak perusahaan kalau mereka tidak terlebih dahulu berkenalan dengan tim yang di sana. Demikian juga manajer baru dengan anak buahnya. Ini semua menghindari salah paham dan ketidakpercayaan yang sering kali membutuhkan biaya mahal untuk memperbaikinya.

Maka yang penting adalah bagaimana mengembangkan kompetensi hubungan antar manusia dan membangun lingkungan kerja secara positif.

KASIHAN BUKANLAH SOLUSI

Kerap kali kita memberikan rasa kasihan kepada rekan atau bahkan atasan, ketika mereka mengalami masalah, namun itu bukanlah solusi. Adalah baik untuk memahami suatu permasalahan dan penyebabnya, itu adalah empati, namun itu bukanlah solusi. Kalau kita sering melakukannya, itu tidak akan membuat organisasi kita menjadi lebih baik, malahan lebih buruk karena tidak ada solusi yang ditawarkan.

Ketika job description diolah sedemikian rupa dalam proses job evaluation, maka setiap jabatan memiliki harga (dalam bentuk range) dan orang yang memegangnya akan mendapatkan penghargaan sesuai dengan kompetensi dan kalibernya. Apabila orang tersebut semakin kompeten, maka tentunya upah yang diberikan manajemen kepadanya akan semakin besar dan apabila perlu, perusahaan mempromosikan yang bersangkutan.

Ketika ada karyawan atau atasan yang tidak kompeten, yaitu mereka tidak mampu menyelesaikan tugas pekerjaan yang diembannya atau tidak mampu mengelola banyaknya pekerjaan yang harus dilakukan, maka perusahaan akan memberdayakan mereka melalui pelatihan, coaching atau counselling kalau memang masalahnya adalah non teknis. Mengasihani mereka adalah tataran emosional kita dan cenderung membiarkan orang tersebut tidak mengambil tangung jawab. Ketika mereka mendapati bahwa tidak bertanggung jawab bukanlah masalah, mereka akan menyukai kondisi itu dan menginginkan pekerjaan dan tanggung jawab yang lebih banyak supaya orang lebih kasihan lagi kepada mereka.

Setiap karyawan dibayar untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang sesuai dengan harga jabatannya dan setiap mereka harus mempertanggungjawabkan hal itu kepada Tuhan dan sesamanya. Yang diperlukan apabila mereka kesulitan adalah pemberdayaan atau bila perlu restrukturisasi, bukan kasihan.

BERITA ACARA

Sangat sulit untuk memberitahu semua orang, apabila mereka mendapati suatu penyimpangan ketentuan, aturan, prosedur, kebiasaan dan sebagainya yang ada dalam organisasi, maka mereka harus mem-Berita Acara-kan itu. Mereka cenderung untuk mempermasalahkan secara lisan, membicarakan kepada orang lain dan akhirnya membentuk opini publik yang cenderung semakin jauh dari kenyataan sebenarnya dan mengarah kepada ‘pembunuhan karakter’ atau fitnah.

Ketika organisasi menjadi semakin besar, semakin berbahaya sebuah komunikasi yang melenceng dari faktanya. Membuat Berita Acara adalah hal yang penting untuk mengumpulkan fakta – fakta: siapa saja yang terlibat (pelaku, korban, saksi), di mana (lokasi kejadian), kapan (hari, tanggal, jam), kronologis kejadian, dugaan penyebab dan rekomendasi tindakannya. Dengan membuat Berita Acara, kita meminimalkan opini yang cenderung subjektif (karena setiap orang benar menurut pandangannya sendiri).

Mengapa orang tidak mau membuat Berita Acara?
1.     Mereka terbiasa enak dengan mengungkapkan pikiran dan perasaan mereka secara verbal dan tidak mau repot untuk mengungkapkan fakta – fakta penting;
2.     Mereka takut untuk mengungkapkan fakta karena pada dasarnya faktanya tidak mendukung opini mereka (mereka sedang berfantasi menurut keinginan mereka dan lebih baik tidak membuat Berita Acara yang bisa menyebabkan mereka jatuh dalam kesulitan)

Mengapa Berita Acara menjadi penting untuk perusahaan?
1.     Berita Acara memuat fakta – fakta yang bisa dipelajari kapan saja (melalui penyimpanan yang benar) dan memberikan suatu gambaran kejadian apa adanya untuk menjadi bahan pembelajaran
2.      Berita Acara akan memandu kita membuat sistem dan prosedur untuk meningkatkan proses kerja yang efisien dan efektif.
3.     Berita Acara akan menjadi cikal bakal untuk sebuah organisasi menjadi Learning Organization.

KEYAKINAN, KETEGUHAN DAN BUDAYA ORGANISASI

Menjadi pemimpin adalah berbicara tentang keyakinan dan keteguhan hati. Kita memiliki suatu keyakinan akan hal – hal tertentu dan dorongan kemauan untuk bertahan, sekalipun tidak ada yang mendukung kita. Apa yang kita yakini berbicara tentang suatu prinsip yang kita setujui kebenarannya dan bahwa itu yang akan terjadi dalam segala keadaan dan waktu. Keteguhan hati adalah kemampuan untuk bertahan dan tidak goyang sedikit pun ketika semua orang bahkan tidak mendukung kita.

Pertanyaannya: apakah yang kita yakini? Kalau kita tidak memasukkan prinsip apa pun dalam kehidupan kita, lalu apa yang kita yakini? Kalau tidak ada keyakinan, apa yang menjadi keteguhan hati? Kalau tidak ada keyakinan dan keteguhan hati, lalu apa yang membuat orang mau mengikuti kita? Kita tidak berbicara tentang kepemimpinan di sektor non bisnis saja, bahkan dunia bisnis memerlukan pemimpin yang yakin dan teguh hati.

Adi W. Gunawan menyatakan bahwa keyakinan = ide + persetujuan. Bagi seorang pemimpin, menyetujui ide yang baik dan benar adalah hal yang penting. Tapi bagaimana kita memiliki ide kalau kita tidak pernah membaca, mendengarkan dan memaknai apa pun yang terserap oleh panca indera kita? Seorang yang malas tidak akan menjadi pemimpin yang baik.

Banyak orang menjadi pemimpin karena mereka memiliki keberuntungan dengan garis keturunan, kekerabatan atau beruntung saja. Semuanya itu tidak akan langgeng dan pada akhirnya terkuak ketika kita tidak mau mengembangkan diri kita dan terbuka dengan segala macam ide yang bisa saja membawa kita kepada keberuntungan yang sesungguhnya.

Ketika kita memiliki keyakinan, langkah selanjutnya adalah memegang teguh keyakinan itu. Tidak semua orang meyakini ‘kebenaran’ kita dan tugas kita adalah menyebarkannya untuk semua orang di sekeliling kita memiliki pemahaman yang sama. Para organisatoris menyebutnya dengan budaya organisasi. Ketika nilai pribadi menjadi suatu norma (harus dilakukan dan ada sanksi apabila melanggar atau tidak melakukannya), maka itulah yang menjadi budaya organisasi tersebut. Semuanya bermula dari keyakinan dan keteguhan.

BERPIKIR SISTEMIK

Tugas utama seorang Manager adalah mengembangkan sistem dan mengimplementasikannya secara efektif untuk menciptakan proses bisnis yang efisien dan efektif dalam mencapai tujuan perusahaan. Demikian juga karyawan yang berprestasi (talent). Kalau ada Manager, bahkan General Manager sekalipun, yang mengunggulkan dirinya dengan membuat keputusan – keputusan cerdas, selama itu tidak tertanam dalam sistem organisasi, maka semuanya adalah sia – sia belaka.

McKinsey menyebutkan ada 7 S yang harus dimiliki organisasi untuk berhasil dan 3 di antaranya dipandang sebagai infrastruktur organisasi (hardware), antara lain: strategi, struktur dan sistem. Sistem memegang peranan penting untuk menstandarisasi pekerjaan sehingga bisa menghasilkan produk atau jasa (pekerjaan) yang bisa dipercaya dan diandalkan. Ketika perusahaan menggunakan ISO sebagai pedoman pembuatan sistem mereka, maka perusahaan harus menuliskan apa yang mereka lakukan dan melakukan apa yang mereka tuliskan.

Mengandalkan kemampuan menyelesaikan masalah, sama seperti Musa memimpin bangsa Israel dimana mereka datang satu per satu kepadanya untuk meminta penyelesaian masalah mereka. Sampai akhirnya Tuhan memberikan hukum Taurat kepada mereka dan Musa mengelola SDM Israel melalui kepemimpinan yang diberikan otoritasnya, itulah manajemen. Manajer yang masih menggunakan gaya kepemimpinan yang mengandalkan diri sendiri adalah seorang Manager yang tidak bijak, egois, bodoh dan merugikan perusahaan.

Berpikir sistemik adalah berpikir bagaimana karyawan di bawah koordinasi kita mampu menyelesaikan permasalahan yang sering terjadi dengan menerapkan pedoman kerja yang kita ciptakan, apakah itu sebuah alur kerja yang kompleks atau instruksi kerja yang sederhana. Sangatlah bodoh bagi seorang manager (atau karyawan Staff sekalipun), melihat kesalahan atau konflik yang sama dan terjadi berulang, tanpa ada suatu tindakan untuk menciptakan sistem dan prosedur yang akan membantu para karyawan dalam bekerja secara sinergis. Ketidakmampuan Manajer untuk mensinkronkan proses kerja yang ada, bisa menimbulkan miscommunication (salah komunikasi), yang akhirnya bisa terjadi misunderstanding (kesalahpahaman) dan pada akhirnya mistrust (ketidakpercayaan). Perusahaan membayar mahal atas situasi non teknis ini karena ketidakmampuan teknis karyawan (Manager).

Hikmat dalam Secangkir Kopi

Hikmat Secangkir Kopi Panas
Anonim
Sekelompok alumni, yang sudah mapan dalam karirnya, sedang berbincang-bincang  pada saat reuni dan memutuskan untuk pergi mengunjungi profesor universitas mereka yang sekarang sudah pensiun. Pada waktu mereka berkunjung, pembicaraan mereka berubah menjadi keluhan mengenai stres pada kehidupan dan pekerjaan mereka. Professor itu menyajikan kopi panas pada tamu-tamunya, ia pergi ke dapur dan kembali dengan kopi panas di teko yang besar dan beberapa macam cangkir - porselen, gelas, kristal, dan beberapa cangkir yang biasa-biasa saja, ada beberapa yang mahal, ada beberapa yang cantik - dan mengatakan kepada mereka untuk mengambil sendiri kopi panas tersebut. Ketika mereka semua memegang  secangkir kopi panas di tangan mereka, professor itu berkata:
"Lihatlah semua cangkir yang bagus, mahal semuanya telah diambil, yang tertinggal hanyalah yang biasa dan yang murah. Adalah normal bagi kalian untuk menginginkan yang terbaik bagi kalian semua,  itu adalah sumber dari masalah dan stress kalian. Cangkir yang kalian minum tidak menambahkan kualitas dari kopi panas tersebut. Pada kebanyakan kasus itu hanya menambah mahal dan bahkan menyembunyikan apa yang kita minum. Apa yang kalian inginkan sebenarnya adalah kopi panas, bukan cangkirnya; tetapi secara tidak sadar kalian menginginkan cangkir yang terbaik. Dan kemudian kalian mulai saling melihat dan membandingkan cangkir kalian masing-masing.
Kemudian dia berhenti dan berkata, "Sekarang pikirkan ini:
Kehidupan adalah kopi panas; pekerjaan, uang, dan kedudukan di masyarakat adalah cangkirnya. Itu hanyalah alat untuk memegang dan memuaskan kehidupan.
Cangkir yang kau miliki  tidak akan menggambarkan, atau mengubah kualitas kehidupan yang kalian miliki.
Terkadang, dengan memusatkan perhatian kita hanya pada cangkirnya, kita gagal untuk menikmati kopi panas yang telah Tuhan sediakan bagi kita.
Tuhan membuat kopi panasnya, tetapi manusia memilih cangkirnya.
Orang-orang yang paling bahagia tidak memiliki semua yang terbaik. Mereka hanya berbuat yang terbaik dari apa yang mereka miliki.
Hiduplah dengan sederhana. Mengasihilah dengan murah hati.  Memperhatikanlah sesama dengan sungguh-sungguh.  Berbicaralah dengan ramah.
Dan nikmatilah kopi panas kalian!